Dahulu kala Kerajaan Pajang dengan
rajanya bernama Sultan Hadiwijaya. Sedangkan Kadipaten Jipang dipimpin olah
Arya Penangsang. Kedua tokoh tersebut saling berselisih. Arya Penangsang
dikenal sebagai orang yang sombong, karena keampuhannya. Perselisihan kedua tokoh tersebut
mengakibatkan perang sehingga banyak korban berjatuhan dari kedua daerah.
Saat pertempuran itu terjadi,
Hadiwijaya memberi kepercayaan kepada Danang Sutawijaya sebagai panglima
perang. Danang Sutawijaya adalah anak angkat Sultan Hadiwijaya. Danang sebagai
senopati perang didampingi oleh Ki Gede Pemanahan.
Dengan semangat yang tinggi dan bekal senjata tombak Kyai Pleret, mereka berdua pergi melaksanakan perintah Sultan Hadiwijaya ke medan perang. Mereka beserta rombongan agar selamat dalam medan perang, dianjurkan tidak melalui sungai atau menyeberangi sungai. Karena kelemahan mereka terdapat pada air atau sungai, yang dapat mengakibatkan kekalahan.
Dengan semangat yang tinggi dan bekal senjata tombak Kyai Pleret, mereka berdua pergi melaksanakan perintah Sultan Hadiwijaya ke medan perang. Mereka beserta rombongan agar selamat dalam medan perang, dianjurkan tidak melalui sungai atau menyeberangi sungai. Karena kelemahan mereka terdapat pada air atau sungai, yang dapat mengakibatkan kekalahan.
Ketika peperangan terjadi, Arya Penangsang
tewas oleh Danang Sutawijaya dengan tombak Kyai Pleret. Dengan tewasnya Arya
Penangsang anak buahnya menjadi kalang kabut. Maka menanglah pihak Danang
Sutawijaya. Sutawijaya
didampingi Ki Gede Pemanahan beserta seluruh pasukannya kembali ke Pajang
dengan membawa kemenangan. Gembiralah
hati Sultan Hadiwijaya mendengar laporan kemenangan dari Sutawijaya. Sebagai balas jasa, atas
keberhasilan Sutawijaya, maka Sultan menghadiahkan tanah di daerah hutan
Mentoak kepada mereka berdua.
Sejak saat itu Sutawijaya dan Ki Gede
Pemanahan mulai mengubah hutan Mentoak dan membangunnya menjadi sebuah
kerajaan. Maka berdirilah kerajaan Mataram. Dengan rajanya Danang Sutawijaya
yang bergelar Panembahan Senopati. Kerajaan Mataran di bawah
pemerintahan Panembahan Senopati menjadi sebuah kerajaan besar yang mempunyai
pengaruh luas.
Kemudian muncullah niat Panembahan
Senopati untuk memperluas wilayah kerajaan. Untuk mencapai
tujuan tersebut, Panembahan Senopati minta pendapat kepada Ki Gede Pemanahan.
Nasihat yang diberikan Ki Gede Pemanahan yaitu memperkuat bala tentaranya
sehingga dapat digerakkan untuk menaklukkan wilayah bagian lain.
Langkah
pertama yang ditempuh yaitu membuka daerah membuka daerah hutan di Kedu. Konon
Hutan Kedu tersebut masih merupakan semak belukar yang masih angker. Karena tempat tersebut
tidak pernah dikunjungi manusia. Menurut kepercayaan masyarakat
setemppat, Hutan Kedu itu merupakan kerajaan Jin dengan rajanya bernama Jin
Sepanjang. Untuk menghadapi segala kemungkinan, maka ditunjuknya Pangeran Purbaya
sebagai Senopati perang.
Hari
yang ditentukan telah tiba untuk membuka hutan Kedu. Pangeran Purbaya beserta
rombongan dengan membawa pusaka kerajaan Mataram, untuk membuka hutan Kedu. Tatkala
hutan Kedu mulai dibuka, dan masuklah bala tentara Mataram untuk
mengobrak-abrik hutan tersebut murkalah raja Jin Sepanjang. Raja Jin Sepanjang
memerintahkan pasukannya untuk menggempur bala tentara pimpinan Pangeran
Purbaya. Maka terjadilah pertempuran hebat antara pasukan kerajaan Mataram melawan
pasukan kerajaan Jin. Akhirnya bala tentara Jin terpukul mundur. Raja Jin
Sepanjang melarikan diri dan lolos dari kepungan pasukan Mataram. Desa
hutan Kedu yang sudah dapat dikuasai olah pasukan Mataram, sebagai desa yang
indah pemandangannya, subur tanhnya, dan damai penduduknya. Dalam
desa tersebut hiduplah seorang petani bernama Kyai Keramat dan istrinya bernama
Nyai Bogem. Sedangkan anaknya bernama Rara Rambat. Rara Rambat sebagai seorang
gadis yang rupawan. Mereka bertiga hidup tenteram di desa tersebut.
Pada
suatu hari Rara Rambat dan pengasuhnya mencari dedaunan dan berbagai bunga di
sepanjang jalan hutan, untuk dijadikan obat-obatan. Karena asyiknya, mereka
tak menyadari bajwa di hadapannya telah berdiri seorang pemuda tampan. Rara
Rambat dan pengasuhnya terkejut, bahwa di depannya ada seorang pemuda. Jejaka
itu pendamping Pangeran Purbaya. Ia tertinggal oleh pasukan bala tentara
Mataram tatkala menyerang bala tentara jin.
Terjadilah
dialog antara kedua remaja tersebut. Bertanyalah jejaka tersebut: “Siapakah
engkau ini berdua di dalam hutan?” Jawab Rara Rambat: “Aku adalah Rara Rambat,
rumahku ada di dalam hutan ini.” Berkatalah jejaka tersebut: “Aku adalah Raden
Kuing, anggota pasukan bala tentara Mataram.” Semenjak percakapan itu, Raden
Kuning terpikat oleh kecantikan Rara Rambat. Kemudian diungkapkannya isi hati
Raden Kuning kepada Rara Rambat. Mendengar ucapan Raden Kuning, malu hati Rara
Rambat.
Larilah Rara Rambat menuju rumahnya. Peristiwa tersebut diceritakan kepada orang tuanya yaitu Kyai Keramat dan Nyai Bogem. Kedua orang tuanya gembira sekali mendengar kejadian yang diceritakan anaknya. Melihat Rara Rambat lari meninggalkannya, Raden Kuning mengikuti dari belakang. Sampailah Raden Kuning di rumah orang tua Rara Rambat.
Larilah Rara Rambat menuju rumahnya. Peristiwa tersebut diceritakan kepada orang tuanya yaitu Kyai Keramat dan Nyai Bogem. Kedua orang tuanya gembira sekali mendengar kejadian yang diceritakan anaknya. Melihat Rara Rambat lari meninggalkannya, Raden Kuning mengikuti dari belakang. Sampailah Raden Kuning di rumah orang tua Rara Rambat.
Waktu bertemu dengan orang tua Rara Rambat,
mereka saling memperkenalkan diri. Tak lama kemudian, Raden Kuning meyatakan
maksudnya untuk meminang Rara Rambar. Orang tua Rara Rambat senang sekali
mendengar maksud Raden Kuning untuk meminang anaknya. Mereka sangat gembira
akan mempunyai menantu seorang pangeran dari Kerajaan Mataram. Sesudah pernikahan dilangsungkan
Mataram berhasil memporak-porandakan kerajaan Jin yang bersemayam di Hutan
Kedu. Raja Jin Sepanjang berusaha membalas dendam. Dicarinya jalan bagaimana ia
dapat menggempur pasukan kerajaan Mataram.
Raja Jin Sepanjang mempunyai cara dengan
menyamar sebagai manusia dengan nama Sonta. Sonta pergi ke rumah Kyai Keramat
untuk dapat mengabdi kepadanya. Tentu saja Kyai Keramat menerimanya. Ia tidak
melihat sikap keangkuhan Sonta. Dan juga tidak diketahuinya bahwa Sonta itu
jelmaan Jin.Senang hati Sonta dikabulkan permintaannya. Niat jahat Sonta untuk
membalas dendam mulai dilaksanakan. Dengan kesaktiannya, ia menyebarkan
penyakit, sehingga muncullah wabah di desa tersebut. Kesengsaraan rakyat di desa
itu tak terperikan, juga menimpa pasukan Mataram. Banyak penduduk menjadi sedih
dan meninggal. Bahkan pasukan tentara Mataram banyak yang meninggal dunia
karena terserang wabah.
Akhirnya malapetaka yang melanda pedesaan
tersebut diketahui juga oleh Pangeran Purbaya. Gelisahlah hari Pangeran
Purbaya. Maka melaporlah Pangeran Purbaya kepada Panembahan Senopati. Setelah mendengar laporan dari
Pangeran Purbaya, Panembahan Senopati meninggalkan singgasana menuju ke kamar
pertapaannya. Di tempat tersebut Panembahan Senopati mengadakan kontak dengan
Nyai Roro Kidul dan minta nasihat apa yang perlu dilakukan setelah terjadi
malapetaka di desa tersebut. Sesudah selesai bertapa, keluarlah
Panembahan Senopati menyampaikan nasihat yang diterima dari Nyai Roro Kidul
kepada Pangeran Purbaya.
Pada waktu itu Sonta sedang menikmati balas dendamnya dengan senang hati. Sonta merasa gembira karena telah berhasil menyengsarakan pasukan Mataram dari penduduk desa tersebut. Bagi Kyai Keramat yang lagi menikmati istirahatnya, agak terkejut melihat Pangeran Purbaya beserta pengiringnya datang di rumahnya. Pangeran Purbaya memberitahukan bahwa kedatangannya ialah bermaksud memberi tahu bahwa pembuat malapetaka di desa itu adalah Sonta, abdi Kyai Keramat. Tentu saja Kyai Keramat gugup mendengar pemberitahuan dari Pengeran Purbaya. Menurut Kyai Keramat, Sonta itu seorang abdi yang lugu, yang tidak mempunyai keistimewaan.
Pada waktu itu Sonta sedang menikmati balas dendamnya dengan senang hati. Sonta merasa gembira karena telah berhasil menyengsarakan pasukan Mataram dari penduduk desa tersebut. Bagi Kyai Keramat yang lagi menikmati istirahatnya, agak terkejut melihat Pangeran Purbaya beserta pengiringnya datang di rumahnya. Pangeran Purbaya memberitahukan bahwa kedatangannya ialah bermaksud memberi tahu bahwa pembuat malapetaka di desa itu adalah Sonta, abdi Kyai Keramat. Tentu saja Kyai Keramat gugup mendengar pemberitahuan dari Pengeran Purbaya. Menurut Kyai Keramat, Sonta itu seorang abdi yang lugu, yang tidak mempunyai keistimewaan.
Mendengar
pembicaraan Pangeran Purbaya dengan Kyai Keramat tersebut, Sonta lari
meninggalkan rumah Kyai Keramat. Kepergian Sonta itu diketahui Kyai Keramat
dari bayang-bayang Sonta. Dikejarnya Sonta. Sesampai di suatu tempat terjadilah
adu kekuatan antara Sonta dan Kyai Keramat. Ternyata Sonta itu penyamaran dari
Jin Sepanjang. Dan Sonta lebih sakti daripada Kyai Keramat. Maka tewaslah Kyai
Keramat. Sedang Raja Jin Sepanjang atau Sonta kabur meninggalkan tempat itu. Pangeran
Purbaya mengetahui perkelahian antara dua orang sakti tersebut, tidak dapat
mencegahnya. Akhirnya jenazah Kyai Keramat dimakamkan di tempat perkelahian
itu. Dan tempat tersebut sampai sekarang dinamai Desa Keramat. Nyai
Bogem melihat mayat suaminya, marahlah ia mengejar Sonta yang melarikan diri ke
arah timur. Ternyata Nyai Bogem dapat mengejar Sonta di suatu tempat. Terjadilah
pertempuran antara Sonta dan Nyai Bogem. Karena kesaktian Sonta yang tidak
tertandingi, tewaslah Nyai Bogem. Pangeran Purbaya memerintahkan agar
mayat Nyai Bogem dimakamkan di tempat pertempuran itu. Sampai sekarang tempat
tersebut dinamai Desa Bogeman.
Melihat
peristiwa beruntun, yaitu kematian Kyai Keramat dan Nyai Bogem maka Pangeran
Purbaya memerintahkan Tumenggung Mertoyuda untuk membinasakan Sonta. Dalam
pertempuran antara Sonta dan Tumenggung Mertoyuda, ternyata Sontalah yang
unggul dalam pertempuran tersebut. Tewaslah Tumenggung Mertoyuda. Kemudian
Pangeran Purbaya, memerintahkan agar jenazah Mertoyuda dimakamkan di tempat
pertempuran tersebut. Maka desa tersebut dinamai Mertoyuda.
Kematian demi kematian terjadi,
sampai Tumenggung Mertoyuda bernasib naas di tangan Sonta. Hal itu membuat
perasaan Raden Krincing tersinggung sebagai salah satu Senopati andalah
kerajaan Mataram. Raden Krincing bersikeras ingin membinasakan Sonta.
Pertempuran terjadi, Sonta tidak dapat dikalahkan. Tewaslah Raden Krincing.
Pangeran
Purbaya sedih hatinya melihat kejadian tersebut. Untuk mengenang jasa Raden
Krincing, Pangeran Purbaya memerintahkan jenazahnya dimakamkan di tempat itu.
Dan tempat tersebut dinamai Desa Krincing hingga kini. Berbagai kejadian yang dialami dan
dilihat Pangeram Purbaya, membuat Pangeran Purbaya marah besar. Kemudian
Pangeran Purbaya memerintahkan pasukannya untuk membinasakan Sonta. Dengan
segala kekuatan, Sonta terus menghindar masuk dalam hutan. Meskipun Sonta
menghindar, pasukan Mataram terus melacaknya.
Dengan
menakjubkan Pangeran Purbaya bisa melihat Sonta dari ketinggian pohon besar.
Dihajarnya Sonta hingga jajtuh terjerembab ke tanah. Pertempuran hebat terjadi.
Ternyata Pangeran Purbaya memiliki kesaktian yang lebih hebat dari Sonta.
Tatkala Sonta tewas, kemudian menjelma kembali menjadi Raja Jin Sepanjang. Oleh
Pangeran Purbaya, daerah pertempuran itu dinamakan Desa Santan.
Jin
Sepanjang terus didesak oleh bala tentara Mataram. Timbullah pertempuran lagi
yang sangat dasyat. Akhirnya Jin Sepanjang tewas oleh Pangeran Purbaya.
Tiba-tiba hutan menjadi gelap semua bersamaan dengan matinya Jin Sepanjang.
Sedikit semi sedikit hutan yang semula gelap menjadi terang kembali bersama
dengan hilangnya Jin Sepanjang. Hilang Jin Sepanjang kemudian menjadi sebatang tombak. Pangeran Purbaya
tidak berminat memiliki tombak bertuah karena jelmaan dari Jin Sepanjang yang
berwatak tidak baik. Kemudian Pangeran Purbaya memerintahkan
prajurit untuk memanam tombak tersebut di tempat itu juga. Tempat tersebut
dinamai Desa Sepanjang. Ketika pengepungan yang dilakukan pasukan
Mataram terjadi Sonta dan karena rapatnya maka dikatakan “tepung gelang”,
karena mengepung rapat seperti gelang. Pangeran Purbaya menyebut tempat terjadinya pengepungan bernama
“Magelang”. Sekarang menjadi kota dagang yang maju dengan nama “Magelang”.
No comments:
Post a Comment